Darikutipan di atas dapat diuraikan 16 adab istri terhadap suami. Yuk, simak penjelasan selengkapnya sebagai berikut! Adab Istri Kepada Suami Menurut Islam yang Perlu Diterapkan 1. Istri Senantiasa Merasa Malu Terhadap Suami. Meski bukan pengantin baru lagi, hendaknya istri tetap mempertahankan rasa malunya kepada suami.
Kelompokpertama yaitu kelompok suami yang takut istri, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok suami yang tidak takut pada istrinya. Di akhirat malaikat berteriak, "Yang takut kepada istri, maju." Spontan seorang laki-laki maju sesuai instruksi malaikat. "Loh, kok kamu maju. Bukankah dulu kamu tidak takut pada istrimu?" tanya malaikat.
SERAMBINEWSCOM, LONDON - Hubungan intim suami istri merupakan hal lumrah dalam kehidupan rumah tangga. Tapi bagaimana jadinya, kalau hal itu harus dilakukan setiap malam. Seperti yang dialami sang suami. Ia menjadi takut pulang karena selalu ditangih 'jatah' ranjang oleh sang istri. Terdengar aneh, tapi memang ada sosok suami yang
Dengansituasi kami berdua sebagai suami dan istri yang sama-sama bekerja. Baca juga: Hari Anak Nasional: Momentum Kolaborasi Melindungi Anak Pasca Pandemi Kondisi ini menjadi situasi yang cukup pelik bagi kami selaku orang tua yang telah benjanji memberikan ASI eksklusif bagi buah hati.
RelasiSuami-Istri dalam Al-Qur'an. Dalam al-Qur'an disebutkan bahwa kalian kaum perempuan adalah pakaian bagi kaum lelaki, dan kalian kaum lelaki adalah pakaian bagi kaum perempuan (QS: Al-Baqarah ayat 187). Ayat ini jelas memposisikan lelaki sama dengan perempuan: sama-sama bagaikan pakaian bagi pasangannya.
Inilahyang menyebabkan masih saja banyak laki laki yang sudah menjadi suami memukul atau menampar istrinya dengan maksud menyakiti atau menakuti nakuti sang istri. Dalam dasar hukum Islam sudah terdapat aturan yang sangat jelas dan tegas mengenai hal tersebut. Apa saja hak dan kewajiban dalam Islam yang diperbolehkan untuk seorang suami menampar
o9Wp1EY. Oleh Hamdi, [email protected] PENULIS Penulis sengaja memakai istilah “berbagi peran” pada judul tulisan ini. Lho, apa bedanya dengan “bertukar peran”? Menurut penulis dalam “berbagi peran” itu terjadi proses saling melengkapi antara suami dan istri tanpa melupakan peran dan kewajiban pokok masing-masing. Sedangkan dalam istilah “bertukar peran” tersirat makna adanya peran yang terbalik, suami mengerjakan peran istri dan sebaliknya istri melakoni peran suami. Boleh jadi yang terjadi adalah, maaf, suami lupa peran utamanya sebagai leader dan pencari nafkah, sedangkan istri alpa dengan peran intinya sebagai pengayom anak-anak serta manajer rumah tangga. Mungkin ada pembaca yang tak sepakat dengan pendapat saya tersebut, ya gapapa. Itu wajar dan sah-sah saja. Di alam demokrasi ini kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi kita, yaitu pasal 28 UUD 1945. Di saat pandemi ini merupakan momen yang tepat bagi pasangan suami istri untuk saling berbagi peran. Penulis yakin jauh sebelum pandemi pun proses berbagi peran sudah dilakukan oleh banyak keluarga. BACA JUGA 4 Karakter Unik Saudah binti Zam’ah, Istri Nabi Muhammad SAW Menurut penulis, di zaman yang serba cepat berubah ini, berbagi peran sudah menjadi tuntutan sekaligus kebutuhan dalam keluarga. Misalnya, untuk menambah penghasilan istri bisa bantu-bantu mencari tambahan, sementara suami bisa meringankan tugas istri dengan mengerjakan urusan rumah, seperti memasak dan mencuci. Jika tugas saling berbagi peran ini dikerjakan dengan ketulusan kedua belah pihak, insyaa Allah suasana rumah tangga bisa lebih guyub dan harmonis. Foto Freepik Memang di zaman sekarang ini lumrah sebuah keluarga ada asisten rumah tangga ART, terutama di perkotaan. Boleh dibilang semua urusan kerumahtanggaan diborong oleh ART, seperti mencuci, memasak, menggosok, dan mengepel. Disebabkan para istri yang juga bekerja di luar akhirnya tugas-tugas domestik tersebut diambil alih oleh ART, bahkan untuk mengasuh balita sekalipun. Sedangkan para suami justru lebih asyik dengan peran publiknya seperti mencari nafkah dan peran-peran sosial lannya. Akibat kesibukan suami dan istri yang sama-sama bekerja akhirnya perhatian terhadap anak berkurang, apatah lagi untuk urusan remeh temeh di rumah. Justru di sini terlihat tidak adanya saling berbagi peran antara keduanya, karena asyik dengan “dunianya” masing-masing. Dalam banyak kasus, anak yang sering menjadi korban akibat “ulah” ayah ibunya. Pada kondisi tertentu memang tidak bisa dihindari munculnya kondisi bertukar peran suami dengan istri. Misalnya, istri bekerja sebagai TKI di luar negeri, mau tak mau sang suami yang mengambil alih tugas-tugas kerumahtanggaan, seperti mengasuh anak, masak, dan mencuci. Potret keluarga seperti ini bisa kita lihat pada sinetron “Dunia Terbalik” yang ditayangkan di salah satu stasiun tivi swasta. Sinetron drama berbumbu komedi ini dengan sangat pas memotret pertukaran peran pada keluarga di Ciraos di mana para suami melakoni peran domestik akibat ditinggal istri yang mencari nafkah sebagai TKI. Konon, diceritakan dalam sinetron tersebut, fenomena “dunia terbalik” ini sudah berlangsung turun-temurun selama puluhan tahun. BACA JUGA Suami, Lakukan Ini agar Tidak Jadi Dayyuts Kondisi lain yang berpotensi menimbulkan pertukaran peran suami istri yaitu saat suami terkena PHK. Sementara suami belum bekerja kembali maka terpaksa” istri yang bekerja agar dapur tetap ngebul. Meskipun begitu, faktanya tidak sedikit para istri yang bisa menjalankan dua peran sekaligus, mengurus keluarga dan mencari nafkah. Sebenarnya pertukaran peran dalam kasus ini bersifat sementara. Jika suami sudah bekerja kembali, seharusnya peran suami istri dikembalikan kepada situasi dan kondisi yang normal. Boleh jadi kondisi yang saya paparkan di atas menimbulkan respon yang beragam, ada yang pro dan kontra. Bagi kalangan feminis apa yang saya gambarkan tersebut bisa jadi mereka langsung menyatakan ketidaksetujuannya, bahkan protes. Apalagi bagi penganut feminisme radikal yang beranggapan bahwa faktor utama penyebab pembagian kerja secara seksual adalah sistem patriarkhal di mana laki-laki mengendalikan perempuan dengan kekuasaan. Menurut kelompok feminis radikal, mengikuti teori Fristone dalam bukunya Dialectic of Sex, sumber dari kelemahan perempuan ada pada struktur biologisnya. Perempuan sepanjang sejarah, sebelum alat-alat kontrasepsi ditemukan, menjadi mangsa dari fungsi biologis badannya; harus mendapatkan haid, menopause, dan macam-macam penyakit perempuan lainnya, seperti rasa sakit ketika melahirkan, harus mengasuh anak, dan sebagainya. Semua faktor ini membuat perempuan tergantung kepada laki-laki. Beda lagi dengan pandangan feminisme liberal yang berangkat dari dasar filosofi liberalisme. Kelompok ini berpendapat bahwa semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Gerakan ini beranggapan bahwa sistem patriarkhal dapat dihancurkan dengan cara mengubah sikap masing-masing individu, terutama sikap perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki. Perempuan harus sadar dan menuntut hak-hak ini. Foto Freepik Tuntunan ini akan menyadarkan kaum laki-laki, dan kalau kesadaran ini sudah merata, maka dengan kesadaran baru ini, manusia akan membentuk suatu masyarakat baru di mana laki-laki dan perempuan bekerja sama atas dasar kesetaraan. Gerakan feminisme berikutnya adalah feminisme Marxis. Sebagai reaksi terhadap pemikiran feminisme liberal, feminisme Marxis berpendapat bahwa ketertinggalan yang dialami oleh perempuan bukan disebabkan oleh tindakan individu secara sengaja tetapi akibat dari struktur sosial, politik, dan ekonomi yang erat kaitannya dengan sistem kapitalisme. Menurut mereka, tidak mungkin perempuan dapat memperoleh kesempatan yang sama seperti laki-laki jika mereka masih tetap hidup dalam masyarakat yang berkelas. Berikutnya adalah gerakan feminisme sosialis. Gerakan ini merupakan sintesis antara feminisme Marxis dan feminisme radikal. Asumsi yang digunakan feminisme sosialis adalah bahwa hidup dalam masyarakat kapitalistik bukan satu-satunya penyebab utama keterbelakangan perempuan. Selain di negara-negara kapitalis, di negara-negara sosialis kaum perempuan juga terjun dalam pasaran tenaga kerja dan sebagian besar secara ekonomi sudah mandiri. Namun, dalam kenyataannya mereka masih hidup dalam kungkungan sistem patriarkhi. Menurut mereka, penindasan perempuan ada di kelas mana pun. Mereka menolak Marxis klasik, dan tidak menganggap eksploitasi ekonomi sebagai lebih esensial daripada penindasan gender. Pada pertengahan kedua abad ke-20, ketika kaum perempuan kelas atas dan menengah telah memiliki akses sepenuhnya pada kehidupan publik dan telah berintegrasi dengan masyarakat luas, maka para feminis muslimah mulai menulis tentang peran gender dan hubungannya dengan keluarga dan masyarakat. Mereka menulis tema-tema yang menyangkut kekerasan seksual terhadap perempuan, eksploitasi perempuan, misogini, dan tentang sistem patriarkhi itu sendiri. Di antara para feminis muslim kontemporer yang mempersoalkan historisitas ajaran Islam adalah Ashgar Ali Engineer, Riffat Hasan, dan Amina Wadud Muhsin. Dalam pandangan mereka Al-Qur’an tidak melihat inferioritas perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki dan perempuan, menurut mereka, setara dalam pandangan Allah SWT. Hanya para mufasirlah, yang hampir semuanya laki-laki, yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tidak tepat. BACA JUGA Menjadi Istri yang Baik, Begini Caranya Di antara ayat-ayat yang penafsirannya mereka persoalkan adalah ayat-ayat tentang penciptaan perempuan, kepemimpinan rumah tangga, kesaksian, dan kewarisan perempuan Ilyas, 2015 21-30 Jadi, intinya secara pribadi penulis lebih sepakat dengan konsep “berbagi peran” daripada “bertukar peran’ antara suami dan istri. Terlepas dari beragam konsep dan teori tentang feminisme yang sudah dipaparkan di atas, penulis setuju bahwa harus terciptanya kesetaraan baca keadilan antara laki-laki dan perempuan. Tentunya konsep kesetaraan gender yang dimaksud bukanlah kedudukan laki-laki dan perempuan harus “disamakan” di semua bidang kehidupan. Keduanya memiliki karakateristik yang khas yang tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Misalnya, perempuan dikodratkan mengalami menstruasi dan bisa hamil serta melahirkan. Perempuan bukanlah makhluk yang hanya indah dipandang manakala berada di “sangkar madu.” Laki-laki juga tidak selamanya harus berada “di atas” perempuan, meskipun ayat Al-Qur’an menegaskan bahwa kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan ar-rijaalu qawwaamuuna alannisaa seperti tercantum dalam surat An-Nisaa ayat 34. Foto Freepik Namun, Al-Qur’an juga mengonfirmasi bahwa lelaki dengan perempuan itu setara. Allah Subhanahu wata’ala berfirman “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baikdan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” QS. An-Nahl [16] 97. Hal yang sama ljuga ditegaskan di surat An-Nisaa ayat 124 dan Ali Imran ayat 195. Lelaki dan perempuan sejatinya memiliki potensi dan kesempatan yang sama untuk menjadi insan terbaik khairunnaas di berbagai aspek kehidupan. Allah Subhanahu wata’ala menyediakan berbagai fasilitas untuk keduanya agar bisa menjadi yang terbaik di muka bumi. Meskipun lelaki dan perempuan diberikan segala kelebihan serta keistimewaaan oleh Allah, tetapi tak ada manusia yang sempurna di dunia. BACA JUGA Pintu Rezeki Suami Istri Oleh karena itu, sudah selayaknya dan semestinyalah antara keduanya saling berkolaborasi dan melengkapi. Kaum lelaki bisa mengisi kekosongan yang ada pada kaum perempuan dan sebaliknya. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan berbagi peran, baik dalam urusan domestik maupun urusan publik. Mumpung belum terlambat, mari kita laksanakan konsep 3 M mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari ssekarang. Berbagi peran suami dengan istri, siapa takut? Wallahu a’lam bish-shawab. []
SEBAGAI seorang suami ia memiliki kewajiban untuk memimpin rumah tangganya. Ialah yang memegang kendali dalam rumah tangga. Hanya saja, banyak kita temukan hal yang sebaliknya. Di mana malah istri yang berkuasa di rumah. Sedangkan suami hanya bisa mematuhi apa yang diperintah oleh sang istri. Sungguh, ini di luar kewajaran. Sebab, dalam Islam diatur bahwa istri harus taat pada suami. Sedangkan suami tidak memiliki kewajiban sedikit pun untuk menaati istri. Walau pun sudah menikah, seorang lelaki tetap harus taat pada orang tuanya, terutama pada ibu. Maka, sebagai istri, ia harus mengerti pembagian posisi seperti ini. Karena, apa yang telah diatur dalam Islam, insya Allah akan memberi kemaslahatan dan keberkahan dalam hidup. BACA JUGA Suami, Dengarkanlah Istrimu! Tahukah Anda, ini adalah salah satu tanda hari kiamat, yaitu ketika seseorang durhaka kepada ibunya dan lebih dekat serta takut kepada istrinya untuk melawan dan mendurhakai ibunya atau ayahnya sendiri. Fenomena ini sudah terjadi dewasa ini. Seringkali kita melihat, ada seorang ibu tinggal sendirian di rumahnya yang nyaris tak pernah dijenguk atau dikunjungi oleh anak-anaknya. Padahal, anak-anakdan menantunya hidup enak dalam kemuliaan, kemudahan dan kekayaan. Pada saat itu, andai ibu atau ayah tinggal bersama anak-anak mereka, kedua orang tua ini tidak akan mendapat perhatian atau perawatan, seperti yang diberikan anak-anak mereka kepada orang lain. BACA JUGA Malu Jadi Ibu Rumah Tangga? Abu Hurairah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila harta rampasan perang al-Fa’i hanya dibagikan di kalangan orang-orang kaya, seorang suami takut kepada istrinya dan durhaka terhadap ibunya, dan seseroang lebih dekat kepada temannya daripada ayahnya sendiri,” HR. Tirmidzi. [] Referensi Kiamat Sudah Dekat?/Karya Dr. Muhammad Al-Areifi/Penerbit Qisthi Press
Dalam sebuah hubungan suami istri, memang peran suami adalah menjadi kepala keluarga dan pemimpin dan kewajibannya menafkahi seorang istri sedangkan istri berkewajiban atas melayani uami dengan berbakti dan mentaati rumah tangga, seorang istri diharuskan izin mengenai segala hal termasuk bersedekah dan membelanjakan harta pemberiannya, baca juga hukum sedekah tanpa sepengetahuan suami. Tapi bagaiamana jika kondisinya adalah suami yang pergi tanpa izin istri? Apakah boleh demikian?Dalam sebuah keluarga, suami memang seorang pemimpin, bak dalam pelayaran, suami bagai nahkoda yang sebaik dan buruknya keluarga ada pada kendali suami. Seorang istri diharuskan mentaati suaminya sebagai darma bakti dan kewajiban. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْArtinya “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” QS. An-Nisa 4 34.Laki-laki diberikan kelebihan akal oleh Allah SWT. Maksudnya adalah laki-laki mampu berpikir jernih tentang tindakan yang terbaik, kemampuan berpikir panjang dan lebih ke depan, sehingga lebih hati-hati dan lebih tepat dalam mengambil menjadi acuan dalam segala tindakan dalam keluarga. Namun, hal ini bukan menjadi alasan untuk para suami menjadi sesuka hati dalam bertindak. Islam mengatur segala hal di dunia ini dengan alasan termasuk mengatur etika tahu pula cara ala Rasulullah agar menjadi suami dambaan istri. Suami diharuskan memperlakukan istrinya dengan baik, menjaga perasaaannya dan lemah lembut dihadapannya. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah SWT, وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِArtinya “Dan perlakukanlah mereka para istri dengan baik!” QS. An-Nisa 4 19.Jika sekiranya meninggalkan rumah dengan rentang waktu sebentar, berkegiatan positif, serta terpepet tidak bisa memberitahu istri maka dibolehkan dengan syarat akan memberitahukan istri alasan yang tepat. Agar istri tidak berburuk rumah tanpa sepengetahuan istri dengan jangka waktu yang panjang merupakan perlakuan yang tidak baik yang akan membawa istri pada prasangka buruk. Selain itu istri akan menjadi khawatir dan gelisah. Maka tidak dianjurkan bagi suami pergi tanpa sepengetahuan istri dengan seorang istri hendaklah kita menjaga adab istri ketika suami pergi keluar rumah. Kewajiban seorang suami adalah mengharuskan istrinya terus berada di sampingnya, menjaganya dan melindunginya, dan istri juga memiliki hak sebagaimana dalam firman Allah SWT,وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِArtinya “Dan para istri memiliki hak seperti kewajiban mereka menurut kebiasaan yang berlaku.” QS. Al-Baqarah 2 228.Dan istri mempunyai hak untuk mengutarakan rasa khawatir yang disebabkan oleh suami dan memberi nasehat kepada suaminya. Suami harus memiliki itikad baik untuk meminta maaf kepada istrinya jika memang merasa salah, karena tindakan tersebut dalam Islam memanglah dipandang tidak SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya istrinya.” HR. Ibnu Majah.Jadi untuk mendapatkan kedudukan tinggi di mata Rasulullah SAW hendaknya sang suami memperlakukan istri dengan baik dan hal sederhananya adalah meminta izin ketika hendak berpergian. Maka hendaknya komunikasi itu diperlukan untuk menjadikan keluarga mawadah sakinah sejarah kebudayaan Islam, Khadijah sang istri Rasulullah SAW pernah bersikap takut dan gemetar saat wahyu datang kepadanya saat pertama kali, dia tidak mengetahui bahwa yang datang kepadanya itu wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW saat itu berkata,“Aku takut pada diriku sendiri”.Kemudian, Khadijah menenangkannya, menghiburnya seraya berkata,“Demi Allah, Dia tidak akan menyengsarakanmu, kamu selalu menyambung tali siaturahmi, menyantuni anak yatim, membantu orang-orang yang tertimpa musibah.” Muttafaqun Alaih.Dari sejarah diatas mengungkapkan bahwa Khadijah membantu Rasulullah SAW berbuat baik dan membekali suaminya makanan dan minuman ketika menyendiri di gua Hira bermunajat kepada Allah SWT. Khadijah juga adalah contoh sempurna dan sebaik-baiknya wanita yang membantu Rasulullah dalam rumah tangga menjadikan komunikasi sebagai landasan utama menuju hubungan harmonis adalah sebuah keharusan, terlebih di pihak SAW bersabda, “Sebaik-baik orang berian adalah yang terbaik dalam akhlaknya. Dan sebaik-baik dari kalian, adalah orang-orang terpilih secara akhlak kepada para wanita.”Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali, “Barangsiapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharaman tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.”Maka sekiranya melakukan kesalahan, hendaklah meminta maaf dan bujuk istri untuk memaafkan kesalahannnya. Istri itu harus diperlakukan lemah dan lembut, bukan lelaki sholeh adalah lelaki yang bisa memuliakan istrinya dan memberi istrinya segala bentuk perhatian. Ketahui pula cara belajar menjadi istri dari kisah sayyidah Fatimah, putri saat hendak pergi adalah salah satu bentuk kepedulian seorang suami kepada istri sebagai tanda bahwa istrinya dihargai. Semoga orang yang membaca tulisan ini termasuk ke dalam golongan orang yang sholeh sebab adanya keinginan mencari tahu.
loading...Hukum istri melawan pada suami sangat dilarang dalam Islam. Seorang istri wajib mentaati suaminya khususnya dalam hal-hal yang dihalalkan syariat. Foto/Ist Hukum istri melawan pada suami dalam Islam disebut nusyuz نشوز. Nusyuz adalah lawan dari taat. Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, seluruh ulama sepakat bahwa hukum istri melawan pada suami adalah haram. Sebab pada dasarnya seorang istri diwajibkan untuk mentaati suaminya, khususnya dalam hal-hal yang dihalalkan diketahui, kata Nusyuz dalam bahasa Arab berasal dari akar kata nasyzu نشز yang artinya tempat yang tinggi المكان المرتفع. Di dalam Al-Qur'an disebutkan lafazh Nusyuz dengan makna bangun berdiri dari قِيْلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا"Dan apabila dikatakan 'Berdirilah kamu', maka berdirilah." QS. Al-Mujadilah 11Sedangkan secara bahasa wanita yang melakukan nusyuz disebut dalam kalimat شَزَتِ الْمَرْأَةُ بِزَوْجِهَا عَلَى زَوْجِهَا. Maksudnya adalah istri berperilaku lebih tinggi dari suaminya, atau istri itu telah membuat marah suaminya dan keluar dari ketaatan kepada jumhur ulama selain Al-Hanafiyah, yaitu mazhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali adalah خُرُوجُ الزَّوْجَةِ عَنِ الطَّاعَةِ الْوَاجِبَةِ لِلزَّوْجِ"Keluarnya istri dari kewajiban taat pada suaminya.""Umumnya para ulama menyebutkan bahwa nusyuz itu hanya mungkin dilakukan oleh istri kepada suaminya, dan tidak bisa sebaliknya. Ketika kewajiban untuk taat ini tidak dikerjakan oleh istri, saat itu dia telah melakukan nusyuz," jelas Ustaz Sarwat dilansir dari Bagi Istri Melawan SuamiBerikut ini beberapa dalil dikemukakan Ustaz Sarwat terkait keharaman bagi istri melawan suaminya. Di antaranya1. Wanita Salehah Wajib Taat SuamiDalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bahwa wanita salehah adalah wanita yang mentaati قَانِتَاتٌ"Wanita yang saleh adalah mereka yang taat kepada suaminya." QS An-Nisa 34Imam Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Jami' li Ahkamil Quran menyebutkan bahwa pola kalimat dalam ayat ini adalah khabariyah, yaitu informasi atau kabar. Namun maksudnya adalah perintah bagi wanita salihah untuk mentaati suaminya. 2. Surga dan Neraka Istri Ada Pada Diri SuamiRasulullah SAW pernah menasehati seorang istri agar selalu mentaati زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ نَعَمْ قَال انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ"Rasulullah SAW bertanya, 'Apakah kamu punya suami? Wanita itu menjawab "Ya". Rasulullah SAW berkata "Perhatikan dimana posisimu terhadap suami. Sebab pada suami itu ada surgamu dan nerakamu." HR Ahmad2. Taat Pada Suami Masuk Surga Dari Pintu Mana Sajaإِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا .قِيل لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Ditangkap ilustrasi. Polisi menangkap dua muncikari dan salah satu yang dijual istri muncikari sendiri. PADANG - Satreskrim Polresta Padang menangkap dua orang mucikari yang tengah beroperasi di salah satu hotel di Kota Padang. Salah satu dari muncikari tersebut adalah seorang suami yang tega menjual istrinya ke pria hidung belang. "Kita mengamankan dua orang pelaku muncikari. Dan salah satu wanita yang dijual adalah istri dari salah satu muncikari," kata Kanit Reskrim Polresta Padang, Ipda Adrian Afandi, Rabu 7/6/2023. Adrian mengatakan pihaknya melakukan penangkapan dini hari WIB tadi di Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Dua mucikari yang diamankan itu diketahui berinisial OF dan RL. Sedangkan wanita yang dijual adalah Y yang masih berusia 18 tahun. Mucikari yang merupakan suami dari Y adalah OF. Polisi yang melakukan penggerebekan menemukan Y di dalam sebuah kamar hotel ketika sedang menunggu tamu. Sedangkan OF dan RL sedang menunggu di luar. Saat penangkapan, polisi mengamankan barang bukti berupa uang, alat kontrasepsi dan HP yang berisi chat penawaran pelaku dengan laki-laki hidung belang. "Selama ini kedua pelaku mucikari menikmati hasil menjual istrinya untuk melayani laki-laki hidung belang," ujar Adrian. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
suami takut istri dalam islam